بِسْــــــــــــــــــــــمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم
DAHSYATNYA "TAFAKUR" --Tafakur ; artinya berfikir, merenungkan akan sesuatunya. Ali Bin Abi Tholib berkata : Tiada ibadah yang sepadan dengan tafakur Tafakur adalah kegiatan berfikir atau merenungkan segala penomena yang terjadi di alam semesta. Baik itu dari suatu kejadian ataupun dari suatu pengalaman inderawi. Dalam Qur’an surat Ali Imran ayat 190, Allah SWT memerintahkan manusia untuk bertafakur:
Firman Alloh :
الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَى جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ
Artinya, “Mereka adalah orang yang berzikir kepada Alloh dalam keadaan berdiri, duduk, dan berbaring. Mereka merenungkan penciptaan langit dan bumi,” (Ali Imron ayat 190).
Ibnu Abbas rodhiyallohu ‘anhuma,
تفكر ساعة خير من قيام ليلة
Berfikir sesaat lebih baik dari pada qiyamullail (al-Adzamah, 1/297).
Ibnu Abbas juga mengatakan,
تذاكر العلم بعض ليلة أحب إلي من إحيائها
“Belajar beberapa saat di malam hari, lebih aku sukai dari pada menghabiskan seluruh malam untuk shalat.” (Mushannaf Abdurrazaq, 11/253).
Abu Darda rodhiyallahu ‘anhu,
مذاكرة العلم ساعة خير من قيام ليلة
“Mengkaji ilmu syariat sesaat lebih baik dari pada sholat malam”
Abu Huroiroh rodhiyallohu ‘anhu,
لأن أفقه ساعة أحب إلي من أن أحيي ليلة أصليها حتى أصبح
“Saya belajar sesaat lebih saya cintai dari pada saya habiskan waktu malam untuk sholat sampai subuh.”
Abu Huroiroh juga mengatakan,
لأن أعلم باباً من العلم في أمر أو نهي أحب إلي من سبعين غزوة في سبيل الله عز وجل
“Saya memahami satu masalah ilmu, baik terkait perintah, ataupun larangan, lebih aku cintai dari pada 70 kali perang di jalan Alloh.”
Abu Musa al-Asy’ari:
لمجلس أجلسه مع عبد الله بن مسعود أوثق في نفسي من عمل سنة
“Aku duduk belajar bersama Ibnu Mas’ud, itu lebih menenangkan hatiku dari pada beramal satu tahun.”
Hasan al-Bashri :
لأن أتعلم باباً من العلم فأعلمه مسلماً أحب إلي من أن تكون لي الدنيا كلها أجعلها في سبيل الله عز وجل
“Aku memahami satu masalah ilmu syariah, kemudian aku ajarkan ke muslim yang lain, lebih aku sukai dari pada aku memiliki dunia seisinya yan aku jadikan untuk infak fi sabilillah
Syekh M. Nawawi dari mayoritas ulama adalah sebagai berikut:
- Pertama, tafakur dalam rangka merenungi ayat-ayat Alloh. Dalam tafakur ini, seseorang harus bertawajuh dan meyakininya.
- Kedua, tafakur dalam rangka merenungi nikmat-nikmat Alloh. Tafakur ini dapat melahirkan mahabbah atau cinta pada diri seseorang kepada-Nya.
- Ketiga, tafakur dalam rangka merenungi janji-janji Alloh. Tafakur ini dapat menyalakan atau menambah semangat beramal saleh di hati seseorang.
- Keempat, tafakur dalam rangka merenungi peringatan Alloh. Tafakur ini dapat melahirkan rasa takut di hati seseorang kepada (siksa)-Nya.
- Kelima, tafakur dalam rangka merenungi kelalaian diri dalam menjalankan perintah-Nya. Tafakur ini dapat menumbuhkan rasa malu di hati seseorang.
Jika seseorang merasa hidupnya tak ada harapan, sebaiknya dia bersegera untuk bertafakur, terutama tentang akhirat. Hal ini menurut Imam Ghazali akan memudahkan hati untuk insaf, semakin teguh keyakinan bahwa akhirat lebih utama dan kekal, serta muncul harapan besar bahwa Allah pasti menolong.
Idealnya seorang Muslim, menurut Imam Ghazali dalam kitabnya Ihya’ Ulumuddin membiasakan diri bertafakur dengan model sebagai berikut.
Pertama, apakah sesuatu yang saya akan lakukan diridhoi Allah atau tidak?
Kedua, jika ternyata suatu jalan itu tidak disukai Allah, bagaimana cara kita menjauh dan terhindar darinya?
Oleh karena itu, insan beriman mesti selektif terhadap dirinya agar terlepas dari segala hal yang tidak mengundang keridhoan-Nya.
Sayidah Aisyah adalah sosok yang patut kita teladani. Istri Rasulullah itu amat ketat dalam menjaga dirinya, bahkan terhadap larangan-larangan yang dianggap kebanyakan manusia sepele, soal mainan.
Diriwayatkan, Aisyah radhiyallahu anha pernah mendengar bahwa keluarganya memiliki permainan dadu di rumahnya. Aisyah langsung berkirim surat kepada mereka dan berkata, “Jika kalian tidak membuangnya keluar, maka aku akan mengeluarkan kalian dari rumahku.” (HR. Bukhari).
Seolah tidak mau kehilangan waktu, bermain-main di dalam rumah pun Sayyidah Aisyah menolak. Dan, kalau kita pelajari ulama terdahulu, memang mereka sangat selektif dalam memanfaatkan waktu, utamanya untuk ibadah dan tafakur.
Kemudian kita bisa belajar dari kisah Imam Syafi’i. Ulama kelahiran Gaza itu mampu tidak tidur semalam suntuk dalam tafakur dan berhasil memecahkan 70 masalah fiqih; dan sepanjang itu, Imam Syafi’i tidak batal hingga melaksanakan sholat Shubuh dengan wudhu’ sholat Isya’.
Dalam soal ucapan misalnya, kebanyakan orang bermain-main dengan banyak bercanda. Baik melalui lisan maupun tulisan via group-group di aplikasi chatting smart phone. Fudhail bin Iyadh biasa menghitung apa yang diucapkannya dari minggu ke minggu. Mengapa bisa? Boleh jadi karena terinspirasi dengan kebiasaan Nabi Isa Alayhissalam, yang disebutkan, “Bicaranya adalah dzikir dan diamnya adalah berpikir.”
Dalam Ihya’ Ulumuddin Imam Ghazali juga memberikan kita panduan, bahwa seorang Muslim patut berpikir kemudian mengevaluasi pada setiap aktivitas anggota tubuhnya. Terhadap lisan misalnya, “Sesungguhnya lisan itu menghadap kepada mengumpat, berdusta, menyucikan diri, menertawakan orang lain, berbantah-bantahan, berenda-gurau dan terjun pada apa yang tidak penting dan lain-lainnya dari yang disukai.”
Buya Hamka dalam bukunya Pribadi Hebat menegaskan bahwa “Lidah mewakili kebatinan kita.” Oleh karena itu kendalikan lidah dengan tafakur. Al-Jahiz berkata, “Sebaik-baik perkataan adalah sedikit, tetapi bermanfaat daripada banyak bicara, tetapi kosong.”
Ada ungkapan penting yang amat patut kita renungkan, bahwa “Tidak ada tafakur yang lebih berfaedah daripada membaca Al-Qur’an, merenungkan isinya dan menyalami artinya.” Dan, kita bisa lihat bagaimana antusiasme ulama terdahulu dalam membaca dan mentadabburi Al-Qur’an.
Kemudian, sebuah atsar yang diriwayatkan oleh Ibnu Hibban menyebutkan, “Berpikir sesaat lebih utama daripada ibadah setahun.”
Ini karena berpikir bisa memberi manfaat-manfaat yang tidak bisa dihasilkan oleh suatu ibadah yang dilakukan selama setahun.
Dengan tafakur seseorang bisa memahami sesuatu hingga hakikat, dan mengerti manfaat dari yang membahayakan. Dengan tafakur, kita bisa melihat potensi bahaya hawa nafsu yang tersembunyi di dalam diri kita, mengetahui tipu daya setan, serta kelengahan dan kelalaian diri yang merasa benar dalam ketidakbermanfaatan sepanjang hari seumur hidup. Oleh karena itu, mari bertafakur. Jika sulit memulainya, awalilah dengan terbiasa membaca Al-Qur’an yang disertai keinginan kuat memahami makna dan maksudnya. Insya Allah ada pertolongan-Nya