Halaman

    Social Items

HAKEKAT "TAQWA"

بِسْــــــــــــــــــــــمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم 

HAKEKAT  "TAQWA"

Firman Alloh :

الَّذِينَ يُنْفِقُونَ فِي السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ، وَالَّذِينَ إِذَا فَعَلُوا فَاحِشَةً أَوْ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ ذَكَرُوا اللَّهَ فَاسْتَغْفَرُوا لِذُنُوبِهِمْ وَمَنْ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا اللَّهُ وَلَمْ يُصِرُّوا عَلَى مَا فَعَلُوا وَهُمْ يَعْلَمُونَ

“(Yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya) baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain. Alloh menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Alloh, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Alloh. Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengatahui.” (Qs. Ali ‘Imran: 134-135)

Rosululloh shollallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

التقوى ههنا. ويشير إلى صدره ثلاث مرات.

“Takwa itu (terletak) di sini”, dan beliau menunjuk ke dada (hati) beliau tiga kali [H.R . Muslim (no. 2564).]

Imam an-Nawawi ketika menjelaskan makna hadits di atas, beliau berkata, “Artinya: Sesungguhnya amalan perbuatan yang tampak (pada anggota badan) tidaklah (mesti) menunjukkan adanya takwa (yang hakiki pada diri seseorang). Akan tetapi, takwa (yang sebenarnya) terwujud pada apa yang terdapat dalam hati (manusia), berupa pengagungan, ketakutan dan (selalu) merasakan pengawasan Alloh Ta’ala.”[Kitab Syarh Shohih Muslim (16/121).]

Imam Ibnul Qayyim membawakan ucapan seorang ulama salaf yang menafsirkan sikap adil dalam ayat ini, beliau berkata, “Orang yang adil adalah orang yang ketika dia marah maka kemarahannya tidak menjerumuskannya ke dalam kesalahan, dan ketika dia senang maka kesenangannya tidak membuat dia menyimpang dari kebenaran.”[Kitab ar-Risalatut Tabuukiyyah (hal. 33).]

Yahya bin Mu’adz ar-Raazi[9], “Cinta karena Alloh yang hakiki adalah jika kecintaan itu tidak bertambah karena kebaikan (dalam masalah pribadi/dunia) dan tidak berkurang karena keburukan (dalam masalah pribadi/dunia)”[Dinukil oleh Imam Ibnu Hajar al-‘Asqalaani dalam Fathul Baari (1/62).]

Related Post

Load Comments

Subscribe Our Newsletter