BOLEHKAH MEMASAK DAN MAKAN-MAKAN DAGING QURBAN UNTUK YANG MENGURUSINYA ?
Oleh : Ustadz Ahmad Sarwat, Lc., MA.
Pertanyaan :
Assalamua'alaikum warohmatullohi wabarokatuh .....
Semoga ustadz dan keluarga dalam naungan Rahmat Allah. Aamiin.....
Ustadz saya mau bertanya, biasanya di tempat kami setiap penyembelihan hewan kurban, Panitia menjamu orang-orang yang membantu pelaksanaan qurban dengan dibuatkan makan-makan, biasanya diambilkan dari kepala sapi. Apakah hal ini dibenarkan dalam syariat. Mohon bagaimana solusinya kalau memang tidak diperbolehkan dalam syari'at .
Jawaban :
Pada dasarnya daging qurban itu boleh dimakan oleh siapa saja. Tidak ada larangan bagi siapapun untuk memakannya. Yang penting jangan dijual atau dijadikan upah bagi para panitia, jagal atau siapapun yang ikut membatu pengurusan.
Yang penting harus dipastikan bahwa daging itu jangan sampai dijadikan upah atas jasa panitia atau jagal. Kalau pun mereka ikut makan, judulnya bukan karena upah atas jasa mereka. Terus bagaimana membedakan antara makan daging sebagai upah dan bukan upah ? Mudah saja. Kita bisa membuat beberapa indikator untuk membedakannya.
1. Indikator Pertama
Kalau daging itu dimasak khusus hanya untuk diberikan kepada mereka yang bekerja, sementara selain mereka tidak diperbolehkan ikut memakannya, maka itu adalah salah satu indikator.
Maka jangan sampai yang diberi makan hanya sebatas mereka yang bekerja saja. Tetapi siapa pun yang ada di situ, bekerja atau tidak bekerja, disilahkan untuk ikut mencicipi dan diajak makan merasakan daging qurban itu.
2. Indikator Kedua
Kalau yang lain dibolehkan juga ikut makan, tetapi yang bekerja diberi tambahan bonus daging yang lebih banyak. Selain yang dimakan, masih diberikan lagi untuk dibawa pulang lima atau sepuluh tentengan daging, maka itu adalah salah satu indikator bahwa daging itu diberikan dalam rangka memberi upah atau 'uang jasa'.
Hati-hatilah dalam masalah ini, sebab memberikan upah dengan daging hewan qurban merupakan salah satu bentuk 'menjual' yang dilarang dalam syari'at penyembelihan hewan qurban.
Panitia Qurban Bukan Pemilik Daging dan Bukan Amil Qurban
Satu hal yang wajib diketahui bahwa panitia penyembelihan hewan qurban itu bukanlah pemilik daging qurban, sehingga tidak boleh menjual bagian dari hewan qurban.
Panitia juga bukan amil (sebagaimana dalam hal zakat), sehingga merasa berhak mendapatkan upah atau jatah dari bagian tubuh hewan qurban.
Kalau pun panitia ikut makan, aspek legalnya bukan lantaran dia sebagai panitia. Tetapi harus dicatat bahwa aspek legalnya adalah karena dia bagian dari masyarakat. Kalau orang lain dibolehkan untuk menerima dan memakannyanya, maka panitia pun juga boleh menerima daging dan memakannya.
Namun apa yang diterima dan dimakan harus dipastikan bukan sebagai upah atau uang jasa lelah atau keringatnya.
Tidak Manusiawi ?
Mungkin ada yang bertanya, betapa tidak manusiawinya kalau panitia dan jagal tidak boleh diupah. Padahal kerja mereka berat sekali. Demikian juga dengan tanggung-jawabnya juga bukan main-main. Masak untuk semua itu, mereka tidak boleh menerima jatah daging yang sedikit lebih banyak ?
Rata-rata protesnya seperti itu memang. Hal ini karena banyak orang salah duga, dikira qurban itu sama dengan zakat.
Amil zakat itu berhak menerima upah legal maksimal 12,5% dari harta yang terkumpul. Maka panitia qurban yang jarang-jarang mengaji fiqih pun seringkali terjebak dengan qiyas gadungan ini. Lantas mereka berpikir bahwa panitia pun berhak diupah dan dibayar jasanya yang diambilkan dari bagian hewan itu.
Disinilah titik kerancuannya terjadi, yaitu ketika terjadi asal qiyas dan main tarik kesimpulan seenaknya, tanpa melihat dalil hadits dan arahan para ulama.
Ketahuilah bahwa Panitia Qurban Itu Bukan Amil seperti halnya dalam masalah pengumpulan dan pendistribusian zakat. Maka mereka sama sekali tidak mempunyai hak untuk dibayar dari bagian hewan qurban yang diamanatkan di tangan mereka.
Tugas panitia hanya sebatas mengurus penyembelihan dan mendistribusikan daging hewan qurban, dan bukan untuk memiliki atau diupah dan digaji dari tubuh hewan itu.
Tetapi panitia memang berhak diupah, bahkan saya malah cenderung mengatakan bahwa panitia wajib diberi upah.
Tetapi yang harus diperhatikan, upahnya tidak boleh diambilkan dari sebagian daging hewan itu. Harusnya upahnya diambilkan dari kantung para pequrban sendiri. Maka sudah menjadi kewajiban para pequrban untuk mengeluarkan biaya ekstra yang sifatnya wajib. Uang ini adalah uang upah buat panitia.
Kenapa saya katakan wajib ?
Sebab kalau uang ini tidak diberikan, panitia akan cenderung 'mencuri' dan 'mengambil' daging yang bukan haknya. Mereka bisa saja melakukan kecurangan ini secara diam-diam. Sebab akan ada sejuta alasan yang dibuat-buat. Yang paling sering adalah dari pada mubazir tebuang percuma, maka kulit, kepala, kaki dan jeroannya dijual saja. Hasilnyanya buat nambah-nambah uang saku panitia.
Panitia Tidak Dilarang Ikut Makan
Kesimpulannya, panitia bukan tidak boleh ikut makan daging qurban. Boleh saja dan silahkan ikut makan. Tetapi judulnya bukan upah, tetapi sebagai makan bersama (hadiah) yang juga berlaku dan diberikan kepada orang lain yang bukan panitia. Itu saja yang penting untuk diperhatikan.
Wallahu a'lam bishshawab
Sumber : www.rumahfiqih.com