Halaman

    Social Items

MEMPRIORITASKAN AMALAN FARDHU ‘AIN DARI AMALAN FARDHU KIFAYAH

MEMPRIORITASKAN PERSOALAN USHUL DARI PERSOALAN FURU’


Sudah semestinya setiap muslim lebih mendahulukan memahami persoalan-persoalan ushul dari persoalan-persoalan furu’. Seperti persoalan iman dan tauhid kepada Alloh ‘azza wajalla, iman kepada malaikat, kitab-kitab-Nya, rosul-rosul-Nya, dan hari akhir, sebagaimana telah dijelaskan dalam al-Quran.

Alloh ‘azza wajalla berfirman,


“Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Alloh, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al-Baqoroh: 177)

Fardhu ‘ain adalah hukum fardhu yang dibebankan kepada setiap muslim. Fardhu kifayah adalah hukum fardhu yang dibebanan kepada setiap muslim jika belum ada muslim yang menunaikannya, jika telah ada muslim yang menunaikannya, maka gugur kewajiban tersebut dari diri setiap muslim.

Sebagaimana amalan yang hukumnya fardhu harus diprioritaskan dari amalan yang hukumnya sunnah dan tathawwu’, maka amalan yang hukumnya fardhu ‘ain harus diprioritaskan dari amalan yang hukumnya fardhu kifayah.

Contoh kasus, ketika dalam satu kondisi hukum jihad adalah fardhu kifayah, maka birrul walidain (berbakti kepada orang tua) lebih harus diprioritaskan untuk dikerjakan daripada hukum jihad. Sebab, pada waktu itu birrul walidain hukumnya fardhu ‘ain, sedangkan hukum jihad saat itu adalah fardhu kifayah.

Dari Abdullah bin Umar ia berkata, ada seorang laki-laki yang datang kepada Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam, ia meminta izin untuk berangkat jihad. Kemudian Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam bertanya kepadanya,

“Apakah kedua orang tuamu masih hidup?”

Ia menjawab, “Ya, masih.”

Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam pun bersabda, “Maka berjuanglah (berbakti) kepada orang tuamu.” (HR. Al-Bukhori dan Muslim)

*Yusuf Qardhawy; Fiqih Prioritas*

BARANGSIAPA melihat perjalanan hidup para juru da’wah dan pembaru di zaman modern, maka. dia akan menemukan –dua aspek amaliyah mereka– bahwa setiap orang di antara mereka memberikan perhatian tertentu dalam bidang da’wah dan pembaruan, dan memprioritaskannya atas hal-hal yang lain. Perhatian kepada persoalan tersebut menyita seluruh pikiran dan usaha kerasnya, berdasarkan pemahamannya terhadap hakikat Islam dari satu segi, dan pandangannya terhadap adanya kekurangan dan kelemahan dalam kehidupan nyata ummat Islam dari segi yang lain, serta adanya keperluan untuk menghidupkan, mengangkat dan membina ummat.

*IMAM MUHAMMAD BIN ABD AL-WAHHAB*

Prioritas dalam da’wah Imam Muhammad bin Abd al-Wahhab di Jazirah Arabia ialah pada bidang aqidah, untuk menjaga dan melindungi tauhid dari berbagai bentuk kemusyrikan dan khurafat yang telah mencemari sumbernya dan membuat keruh kejernihannya. Dia menulis berbagai buku dan risalah, serta menyebarkan dan mempraktekkannya dalam rangka menghancurkan berbagai fenomena kemusyrikan.

MEMPRIORITASKAN AMALAN FARDHU ‘AIN DARI AMALAN FARDHU KIFAYAH

MEMPRIORITASKAN AMALAN FARDHU ‘AIN DARI AMALAN FARDHU KIFAYAH

MEMPRIORITASKAN PERSOALAN USHUL DARI PERSOALAN FURU’


Sudah semestinya setiap muslim lebih mendahulukan memahami persoalan-persoalan ushul dari persoalan-persoalan furu’. Seperti persoalan iman dan tauhid kepada Alloh ‘azza wajalla, iman kepada malaikat, kitab-kitab-Nya, rosul-rosul-Nya, dan hari akhir, sebagaimana telah dijelaskan dalam al-Quran.

Alloh ‘azza wajalla berfirman,


“Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Alloh, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al-Baqoroh: 177)

Fardhu ‘ain adalah hukum fardhu yang dibebankan kepada setiap muslim. Fardhu kifayah adalah hukum fardhu yang dibebanan kepada setiap muslim jika belum ada muslim yang menunaikannya, jika telah ada muslim yang menunaikannya, maka gugur kewajiban tersebut dari diri setiap muslim.

Sebagaimana amalan yang hukumnya fardhu harus diprioritaskan dari amalan yang hukumnya sunnah dan tathawwu’, maka amalan yang hukumnya fardhu ‘ain harus diprioritaskan dari amalan yang hukumnya fardhu kifayah.

Contoh kasus, ketika dalam satu kondisi hukum jihad adalah fardhu kifayah, maka birrul walidain (berbakti kepada orang tua) lebih harus diprioritaskan untuk dikerjakan daripada hukum jihad. Sebab, pada waktu itu birrul walidain hukumnya fardhu ‘ain, sedangkan hukum jihad saat itu adalah fardhu kifayah.

Dari Abdullah bin Umar ia berkata, ada seorang laki-laki yang datang kepada Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam, ia meminta izin untuk berangkat jihad. Kemudian Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam bertanya kepadanya,

“Apakah kedua orang tuamu masih hidup?”

Ia menjawab, “Ya, masih.”

Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam pun bersabda, “Maka berjuanglah (berbakti) kepada orang tuamu.” (HR. Al-Bukhori dan Muslim)

*Yusuf Qardhawy; Fiqih Prioritas*

BARANGSIAPA melihat perjalanan hidup para juru da’wah dan pembaru di zaman modern, maka. dia akan menemukan –dua aspek amaliyah mereka– bahwa setiap orang di antara mereka memberikan perhatian tertentu dalam bidang da’wah dan pembaruan, dan memprioritaskannya atas hal-hal yang lain. Perhatian kepada persoalan tersebut menyita seluruh pikiran dan usaha kerasnya, berdasarkan pemahamannya terhadap hakikat Islam dari satu segi, dan pandangannya terhadap adanya kekurangan dan kelemahan dalam kehidupan nyata ummat Islam dari segi yang lain, serta adanya keperluan untuk menghidupkan, mengangkat dan membina ummat.

*IMAM MUHAMMAD BIN ABD AL-WAHHAB*

Prioritas dalam da’wah Imam Muhammad bin Abd al-Wahhab di Jazirah Arabia ialah pada bidang aqidah, untuk menjaga dan melindungi tauhid dari berbagai bentuk kemusyrikan dan khurafat yang telah mencemari sumbernya dan membuat keruh kejernihannya. Dia menulis berbagai buku dan risalah, serta menyebarkan dan mempraktekkannya dalam rangka menghancurkan berbagai fenomena kemusyrikan.
Load Comments

Subscribe Our Newsletter