Halaman

    Social Items

istiqomah


بِسْــــــــــــــــــــــمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم


 
YANG KONSISTEN PADA KEBENARAN AKAN TERASING--Dalam sunnatullah, dialektika antara kebenaran dan kebatilan akan selalu terjadi di panggung sejarah kehidupan manusia. Pasang surut perseteruan keduanya adalah hal lumrah. Terhadap kenyataan ini, manusia diberi dua pilihan: tunduk atau membangkang, iman atau kafir, syukur atau kufur. Setiap jalan memiliki konsekuensinya sendiri.


FirmanNya,
وَمَا أَكْثَرُ النَّاسِ وَلَوْ حَرَصْتَ بِمُؤْمِنِينَ
“Dan sebagian besar manusia tidak akan beriman, walaupun kamu sangat menginginkannya”[Yusuf/12 : 103]

Seorang Muslim mempunyai kepribadian konsisten, tak pernah goyah karena badai kehidupan. Berlandaskan akidah yang benar, ia tak mudah goyah karena bencana dan kejadian apa pun. Akidahnya tetap, karena kekuatan, konsistensi, serta keyakinannya yang tidak goyah. Karena itulah, kita melihat seorang Muslim yang benar akidahnya, dalam setiap keadaan, pekerjaan, serta perkataannya, selalu konsisten.

Dalam keadaan gembira, sedih, ditimpa kesulitan, atau mengalami berbagai kemudahan, ia tak berubah, selalu konsisten. Konsistensinya dalam setiap keadaan itu disebabkan akidahnya. Dalam banyak kesempatan kita bisa melihat seorang Muslim yang beraqidah benar, semua sikap dan perilakunya tak pernah berubah.

Selain ketaatan serta ibadahnya yang tetap, ruang batinnya pun tak berbeda dengan apa yang dinyatakannya. Ia beribadah bukan agar dilihat manusia. Ia taat bukan sekadar pura-pura. Sebab suka mengelabui manusia adalah termasuk ciri orang munafik.

Rasulullah bersabda:
بَدَأَ الْإِسْلاَمُ غَرِيبًا وَسَيَعُودُ كَمَا بَدَأَ غَرِيبًا، فَطُوبَى لِلْغُرَبَاءِ. قِيلَ: يَا رَسُولَ اللهِ، وَمَنِ الْغُرَبَاءُ؟ قَالَ: الَّذِينَ يُصْلِحُونَ إِذَا فَسَدَ النَّاسُ
“Islam berawal dengan keasingan dan akan kembali asing sebagaimana mulanya, maka beruntunglah al-Ghuraba’.” Ditanyakan kepada beliau, “Wahai Rasulullah, siapakah al-Ghuraba’?” Beliau menjawab, “Orang-orang yang melakukan perbaikan saat manusia rusak.” (HR. Ahmad)


Sabda Nabi SAW:
بَدَأَ الإِسْلاَمُ غَرِيبًا وَسَيَعُودُ كَمَا بَدَأَ غَرِيبًا فَطُوبَى لِلْغُرَبَاءِ
“Islam datang dalam keadaan yang asing, akan kembali pula dalam keadaan asing. Sungguh beruntunglah orang yang asing” (HR. Muslim no. 145)

Sabda Nabi SAW:
.......  وَلَيَعْقِلَنَّ الدِّينُ مِنْ الْحِجَازِ مَعْقِلَ الْأُرْوِيَّةِ مِنْ رَأْسِ الْجَبَلِ إِنَّ الدِّينَ بَدَأَ غَرِيبًا وَيَرْجِعُ غَرِيبًا فَطُوبَى لِلْغُرَبَاءِ الَّذِينَ يُصْلِحُونَ مَا أَفْسَدَ النَّاسُ مِنْ بَعْدِي مِنْ سُنَّتِي قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ
Sesungguhnya Islam itu bermula dalam keadaan asing & akan kembali asing, maka beruntunglah orang-orang yg asing, yaitu orang orang yg memperbaiki salah satu dari sunnahku yg telah dirusak oleh orang-orang setelahku. Abu Isa berkata; 'Hadits ini hasan shahih. [HR. Tirmidzi No.2554].
فَقِيلَ : يَا رَسُولَ اللَّهِ، وَمَا الْغُرَبَاءُ؟ قَالَ :”الَّذِينَ يُصْلِحُونَ عِنْدَ فَسَادِ النَّاسِ
“Siapakah orang-orang yang terasing itu ya Rasulullah ? “Orang-orang yang selalu memperbaiki (amar ma’ruf dan nahi munkar) di saat manusia dalam keadaan rusak”, jawab Rasulullah   (HR. Thabrani, dengan periwayat yang terpercaya /shahih)
Berkaitan dengan hal tersebut, kita sebagai Muslim, kita dituntut untuk konsisten dalam memegang tali agama Allah. Konsistensi dalam bersikap merupakan unsur terpenting dalam pembentukan kepribadian Islami, di samping berkata serta bertindak secara benar. Rasulullah merupakan contoh yang utama dalam hal sikap konsisten. Dalam menyiarkan Islam, misalnya, manakala menghadapi orang-orang musyrik, beliau tetap konsisten dalam sikapnya, kendati menerima respon yang kurang mengenakkan dari orang-orang kafir. Bahkan mereka mengancam, menakut-nakuti dengan berbagai sarana. Di antara pemimpin orang kafir adalah paman beliau sendiri yang tak mempercayai kenabiannya. Toh sikap Nabi tidak berubah. Tetap konsisten.

YANG KONSISTEN PADA KEBENARAN AKAN TER-ASING

istiqomah


بِسْــــــــــــــــــــــمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم


 
YANG KONSISTEN PADA KEBENARAN AKAN TERASING--Dalam sunnatullah, dialektika antara kebenaran dan kebatilan akan selalu terjadi di panggung sejarah kehidupan manusia. Pasang surut perseteruan keduanya adalah hal lumrah. Terhadap kenyataan ini, manusia diberi dua pilihan: tunduk atau membangkang, iman atau kafir, syukur atau kufur. Setiap jalan memiliki konsekuensinya sendiri.


FirmanNya,
وَمَا أَكْثَرُ النَّاسِ وَلَوْ حَرَصْتَ بِمُؤْمِنِينَ
“Dan sebagian besar manusia tidak akan beriman, walaupun kamu sangat menginginkannya”[Yusuf/12 : 103]

Seorang Muslim mempunyai kepribadian konsisten, tak pernah goyah karena badai kehidupan. Berlandaskan akidah yang benar, ia tak mudah goyah karena bencana dan kejadian apa pun. Akidahnya tetap, karena kekuatan, konsistensi, serta keyakinannya yang tidak goyah. Karena itulah, kita melihat seorang Muslim yang benar akidahnya, dalam setiap keadaan, pekerjaan, serta perkataannya, selalu konsisten.

Dalam keadaan gembira, sedih, ditimpa kesulitan, atau mengalami berbagai kemudahan, ia tak berubah, selalu konsisten. Konsistensinya dalam setiap keadaan itu disebabkan akidahnya. Dalam banyak kesempatan kita bisa melihat seorang Muslim yang beraqidah benar, semua sikap dan perilakunya tak pernah berubah.

Selain ketaatan serta ibadahnya yang tetap, ruang batinnya pun tak berbeda dengan apa yang dinyatakannya. Ia beribadah bukan agar dilihat manusia. Ia taat bukan sekadar pura-pura. Sebab suka mengelabui manusia adalah termasuk ciri orang munafik.

Rasulullah bersabda:
بَدَأَ الْإِسْلاَمُ غَرِيبًا وَسَيَعُودُ كَمَا بَدَأَ غَرِيبًا، فَطُوبَى لِلْغُرَبَاءِ. قِيلَ: يَا رَسُولَ اللهِ، وَمَنِ الْغُرَبَاءُ؟ قَالَ: الَّذِينَ يُصْلِحُونَ إِذَا فَسَدَ النَّاسُ
“Islam berawal dengan keasingan dan akan kembali asing sebagaimana mulanya, maka beruntunglah al-Ghuraba’.” Ditanyakan kepada beliau, “Wahai Rasulullah, siapakah al-Ghuraba’?” Beliau menjawab, “Orang-orang yang melakukan perbaikan saat manusia rusak.” (HR. Ahmad)


Sabda Nabi SAW:
بَدَأَ الإِسْلاَمُ غَرِيبًا وَسَيَعُودُ كَمَا بَدَأَ غَرِيبًا فَطُوبَى لِلْغُرَبَاءِ
“Islam datang dalam keadaan yang asing, akan kembali pula dalam keadaan asing. Sungguh beruntunglah orang yang asing” (HR. Muslim no. 145)

Sabda Nabi SAW:
.......  وَلَيَعْقِلَنَّ الدِّينُ مِنْ الْحِجَازِ مَعْقِلَ الْأُرْوِيَّةِ مِنْ رَأْسِ الْجَبَلِ إِنَّ الدِّينَ بَدَأَ غَرِيبًا وَيَرْجِعُ غَرِيبًا فَطُوبَى لِلْغُرَبَاءِ الَّذِينَ يُصْلِحُونَ مَا أَفْسَدَ النَّاسُ مِنْ بَعْدِي مِنْ سُنَّتِي قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ
Sesungguhnya Islam itu bermula dalam keadaan asing & akan kembali asing, maka beruntunglah orang-orang yg asing, yaitu orang orang yg memperbaiki salah satu dari sunnahku yg telah dirusak oleh orang-orang setelahku. Abu Isa berkata; 'Hadits ini hasan shahih. [HR. Tirmidzi No.2554].
فَقِيلَ : يَا رَسُولَ اللَّهِ، وَمَا الْغُرَبَاءُ؟ قَالَ :”الَّذِينَ يُصْلِحُونَ عِنْدَ فَسَادِ النَّاسِ
“Siapakah orang-orang yang terasing itu ya Rasulullah ? “Orang-orang yang selalu memperbaiki (amar ma’ruf dan nahi munkar) di saat manusia dalam keadaan rusak”, jawab Rasulullah   (HR. Thabrani, dengan periwayat yang terpercaya /shahih)
Berkaitan dengan hal tersebut, kita sebagai Muslim, kita dituntut untuk konsisten dalam memegang tali agama Allah. Konsistensi dalam bersikap merupakan unsur terpenting dalam pembentukan kepribadian Islami, di samping berkata serta bertindak secara benar. Rasulullah merupakan contoh yang utama dalam hal sikap konsisten. Dalam menyiarkan Islam, misalnya, manakala menghadapi orang-orang musyrik, beliau tetap konsisten dalam sikapnya, kendati menerima respon yang kurang mengenakkan dari orang-orang kafir. Bahkan mereka mengancam, menakut-nakuti dengan berbagai sarana. Di antara pemimpin orang kafir adalah paman beliau sendiri yang tak mempercayai kenabiannya. Toh sikap Nabi tidak berubah. Tetap konsisten.
Load Comments

Subscribe Our Newsletter