Halaman

    Social Items

PARA NABI DAN ORANG-ORANG SHOLIH MENANGIS KARENA ALLOH

بِسْــــــــــــــــــــــمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم 

 
PARA NABI DAN ORANG-ORANG SHOLIH MENANGIS KARENA ALLOH--Pada umumnya emosi diwujudkan dalam bentuk senyum, tawa, atau tangis. Namun, semuanya harus dikendalikan agar tidak menimbulkan luapan emosi. Kita harus bersikap wajar dalam menanggapi sesuatu, tidak emosional dan menghadapinya dengan tenang dan lapang dada.

Pada saat suatu keinginan dapat tercapai, sering kali kita terlena, gembira dengan berlebih. Menganggap bahwa keberhasilan adalah karena usaha dan kemampuan kita. Tidak disadari bahwa apa yang telah dicapai merupakan karunia Allah SWT dan harus disyukuri.

Tidak hanya dengan mengucapkan: Alhamdulillah. Karunia yang diberikan atas keinginan yang tercapai harus dimanfaatkan di jalan-Nya. Allah menjanjikan akan menambah nikmat jika kita bersyukur. Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan: 
Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih" (QS. Ibrahim: 7).

Maka hendaklah mereka tertawa sedikit dan menangis banyak sebagai pembalasan dari apa yang selalu mereka kerjakan (QS. at-Taubah: 82). 

Dan bahwasanya Dialah yang menjadikan orang tertawa dan menangis (QS. an-Najm: 43).

Dua ayat di atas hendaknya menyadarkan kita, apakah sudah pernah menangis karena Allah? Kita menangis karena takut akan ancaman siksa-Nya, takut akan kemurkaaan-Nya. Namun, kita mungkin jarang dan sulit menangisi untuk menyesali dosa dan kesalahan. Bahkan, juga sulit menangis karena tidak menyadari betapa lemah dan tidak berdayanya kita di hadapan kebesaran dan keagungan-Nya. Hanya dengan iman yang kokoh kita bisa menangis karena Allah.

Alloh Ta’ala berfirman:

أولئك الذين أنعم الله عليهم من النبيين من ذريه آدم وممن حملنا مع نوح ومن ذريه إبراهيم وإسرائيل وممن هدينا واجتبينا إذا تتلى عليهم آيات الرحمن خروا سجداً وبكياً

“Mereka itu adalah orang-orang yang telah diberi ni’mat oleh Alloh, yaitu para nabi dari keturunan Adam, dan dari orang-orang yang Kami angkat bersama Nuh, dan dari keturunan Ibrahim dan Israil, dan dari orang-orang yang telah Kami beri petunjuk dan telah Kami pilih. Apabila dibacakan ayat-ayat Alloh Yang Maha Pemurah kepada mereka, maka mereka menyungkur dengan bersujud dan menangis.” (Maryam: 58)

Nabi  Shollallohu ‘Alaihi Wasallam bersabda:

عرضت عليَّ الجنة والنار فلم أر كاليوم من الخير والشر ولو تعلمون ما أعلم لضحكتم قليلا ولبكيتم كثيراً  فما أتى على أصحاب رسول الله صلى الله عليه وسلم يوم أشد منه غطوا رؤوسهم ولهم خنين

“Surga dan neraka ditampakkan kepadaku, maka aku tidak melihat kebaikan dan keburukan seperti hari ini. Seandainya kamu mengetahui apa yang aku ketahui, kamu benar-benar akan sedikit tertawa dan banyak menangis”.

Anas bin Malik radhiyallahu anhu –perawi hadits ini- mengatakan:

“Tidaklah ada satu hari pun yang lebih berat bagi para Sahabat selain hari itu. Mereka menutupi kepala mereka sambil menangis sesunggukan ( HR Muslim no 2359)


Ibnu Umar rodhiallahu ‘anhuma berkata:

لأن أدمع من خشية الله أحب إلي من أن أتصدق بألف دينار
“Sungguh, menangis karena takut kepada Alloh itu jauh lebih aku sukai daripada berinfak uang seribu dinar!”.

Ka’ab Al-Ahbar berkata:

لأن أبكى من خشية الله فتسيل دموعي على وجنتي أحب إلى من أن أتصدق بوزني ذهباً
“Sesungguhnya mengalirnya air mataku sehingga membasahi kedua pipiku karena takut kepada Alloh itu lebih aku sukai daripada aku berinfak emas yang besarnya seukuran tubuhku.

Simpulan.
Kalau Nabi dan para sholihin sering menangis karena takut kepada Allah, maka tangisilah diri kita, tangisilah hati kita yang mungkin sudah mati dan tangisilah jiwa kita yang tidak bisa menampung sedikit saja tetesan keimanan, serta tangisilah mayat badan kita yang kita seret  berjalan merajalela di muka bumi karena ia hakikatnya telah mati. Semoga dengan menangisi diri kita, Allah berkenan membuka sedikit hidayah kemudian menancapkannya dan bertengger direlung hati hamba yang berjiwa hanif.


Sebagaimana seruan sebuah ayat yang membuat seorang ulama besar Fudhail bin ‘Iyadh rahimahullah bertaubat, yang dulunya beliau adalah kepala perampok yang sangat ditakuti dijazirah Arab, ayat tersebut adalah,

أَلَمْ يَأْنِ لِلَّذِينَ آَمَنُوا أَنْ تَخْشَعَ قُلُوبُهُمْ لِذِكْرِ اللَّهِ وَمَا نَزَلَ مِنَ الْحَقِّ وَلَا يَكُونُوا كَالَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلُ فَطَالَ عَلَيْهِمُ الْأَمَدُ فَقَسَتْ قُلُوبُهُمْ وَكَثِيرٌ مِنْهُمْ فَاسِقُونَ

“Belumkah tiba saatnya bagi orang-orang yang beriman untuk tunduk hati mereka dengan mengingat Allah dan kebenaran yang diturunkan. Dan janganlah mereka menjadi seperti orang-orang sebelumnya yang telah diberikan Al Kitab, masa yang panjang mereka lalui (dengan kelalaian) sehingga hati mereka pun mengeras, dan banyak sekali di antara mereka yang menjadi orang-orang fasik.” (Al Hadid: 16)





Load Comments

Subscribe Our Newsletter