بِسۡـــــــــمِ ٱللهِ ٱلرَّحۡـمَـٰنِ ٱلرَّحِـــــــيم.
SYARAT AMALAN YANG DITERIMA ALLOH , ADALAH IKHLASH KARENA ALLAH
Firman Alloh :
قُلْ أَمَرَ رَبِّي بِالْقِسْطِ وَأَقِيمُوا وُجُوهَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَادْعُوهُ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ كَمَا بَدَأَكُمْ تَعُودُونَ
Katakanlah, “Robbku menyuruhku untuk berlaku adil. Dan hadapkanlah wajahmu (kepada Alloh) pada setiap sholat, dan sembahlah Dia dengan mengikhlaskan ibadah semata-mata hanya kepada-Nya. Kamu akan dikembalikan kepada-Nya sebagaimana kamu diciptakan semula. – (Q.S Al-A’raf: 29)
Umar bin Al-Khottob ra: “Amal perbuatan yang paling afdhal, ialah: menunaikan apa yang difardhukan oleh Alloh Ta’ala, wara’ (menjaga diri) dari apa yang diharamkan oleh Alloh Ta’ala. Dan benar niat pada apa yang di sisi Alloh Ta’ala”.
Salim bin Abdullah menulis surat kepada Umar bin Abdul-aziz, isinya: “Ketahuilah, bahwa pertolongan Alloh Ta’ala kepada hamba itu atas kadar niatnya. Maka siapa yang sempurna niatnya, niscaya sempurnalah pertolongan Alloh kepadanya. Dan jikalau kurang, niscaya berkurang menurut qadarnya”.
Sebagian salaf berkata: “Banyaklah amalan yang kecil, dibesarkan oleh niat. Dan banyaklah amal yang besar, dikecilkan oleh niat”.
Daud Ath-Tha-i berkata: “Orang baik, cita-citanya itu taqwa. Maka jikalau semua anggota tubuhnya tergantung dengan dunia, niscaya ia dikembalikan oleh niatnya pada suatu hari kepada niat yang baik. Seperti yang demikian juga orang bodoh, ialah kebalikan yang demikian”.
Ats-Tsuri berkata: “Adalah mereka itu mempelajari niat bagi amal, sebagaimana mereka mempelajari amal”. Sebahagian ulama berkata: “Carilah niat untuk amal, sebelum amal. Dan selama engkau berniat kebajikan, maka engkau itu dengan kebajikan”. Sebahagian murid-murid yang berkeliling kepada ulama-ulama itu berkata: “Siapa yang menunjukkan aku kepada amal perbuatan, yang senantiasa aku mengamalkannya karena Alloh Ta’ala, maka sesungguhnya aku tidak menyukai bahwa datang kepadaku sesaat dari siang dan malam, selain bahwa aku itu adalah salah seorang dari orang-orang yang beramal-perbuatan pada jalan Alloh”. Lalu dikatakan kepadanya: “Engkau sudah memperoleh hajat keperluan engkau. Maka berbuatlah kebajikan, sekadar engkau sanggup. Apabila engkau lesu atau engkau meninggalkannya, maka bercita-citalah dengan mengerjakannya. Sesungguhnya orang yang bercita-cita dengan amal kebajikan adalah seperti orang yang mengerjakannya”.
Seperti demikian juga, berkata sebahagian salaf: “Bahwa nikmat Alloh kepadamu itu lebih banyak daripada dapat kamu menghinggakannya. Bahwa dosa-dosamu itu lebih tersembunyi daripada bahwa kamu mengetahuinya. Akan tetapi, berpagi-pagilah kamu itu orang yang bertaubat dan bersore-sorelah kamu itu orang yang bertaubat, niscaya diampunkan bagi kamu akan apa yang diantara yang demikian”.
Isa as berkata: “Amat baiklah bagi mata yang tidur dan tidak bercita-cita dengan perbuatan maksiat. Dan dia terbangun kepada tidak kedosaan”.
Abu Hurairah berkata: “Mereka dibangkitkan pada hari kiamat, di atas kadar niatan mereka”. Adalah Al-Fudlail bin ‘Iyadl apabila membaca ayat: “Dan sesungguhnya Kami benar-benar akan menguji kamu, agar Kami mengetahui orang-orang yang berjihad dan bersabar diantara kamu dan agar Kami menyatakan (baik buruknya) hal-ihwalmu”. (QS 47 : 31) , lalu beliau menangis dan mengulang-ulangi ayat itu. Dan mengatakan: “Bahwa Engkau, jikalau Engkau menguji kami, niscaya Engkau membuka kekurangan kami dan Engkau mengoyakkan tabir-tabir kami”.
Al-Hasan Al-Bashari berkata: “Sesungguhnya kekal lah isi sorga dalam sorga dan isi neraka dalam neraka, dengan niat”. Abu Hurairah berkata: “Tertulis dalam Taurat: Apa yang dikehendaki dengan itu akan wajahKu, maka sedikitnya itu menjadi banyak. Dan apa yang dikehendaki dengan itu akan selain Aku, maka banyaknya itu menjadi sedikit”. Bilal bin Sa’ad berkata: “Bahwa hamba itu sesungguhnya mengatakan perkataan orang yang beriman. Maka ia tidak ditinggalkan oleh Alloh ‘Azza wa Jalla (Alloh Yang Maha Mulia & Maha Besar) dan perkataannya. Sehingga Alloh melihat pada amal-perbuatannya. Apabila ia berbuat, niscaya ia tidak ditinggalkan oleh Alloh, sehingga Alloh melihat kepenjagaan dirinya/kewara’annya. Apabila ia menjaga diri (wara’), niscaya tidak ditinggalkan Alloh, sehingga Alloh melihat akan apa yang diniatkannya. Maka apabila baik niatnya, niscaya dengan sepantasnya bahwa Alloh memperbaiki akan apa yang kurang dari demikian”. Jadi, tiang amal itu niat. Maka amal itu menghendaki kepada niat, supaya dengan niat itu, ia menjadi kebajikan. Dan niat itu pada dirinya sendiri kebajikan, walaupun amal perbuatan itu terhalang dengan sesuatu halangan.