Halaman

    Social Items

Renungan tentang Corona
Negara Indonesia menjadi salah satu negara yang terpapar virus Corona atau COVID-19.
Sejumlah pasien positif terjangkit virus corona di Indonesia kini semakin bertambah dari hari kehari.
Pemangku kebijakan dalam hal ini Pemerintah dan otoritas setempat sudah mencanangkan himbauan untuk melakukan segala aktivitas dari rumah, mulai dari bekerja, belajar,  beribadah hingga masyarakat dihimbau untuk mengisolasi diri di rumah.

Menghadapi kasus korona masih banyak masyarakat kita bermain-main dengan bercanda bahwa Corona bisa ditangkal dengan wudhu. Ucapan ini tanpa ilmu, dan hanya akan menjadikan Syari'at yang mulia yang akan diolok-olok dan direndahkan.

Dahulu ketika wabah Tha'un melanda penduduk Syam sahabat-sahabat terbaik ikut terbunuh di dalamnya seperti Mu'adz bin Jabal, Abu Ubaidah, dan Yazid bin Abi Sufyaan radhiyallahu 'anhum. Apakah mereka ini orang-orang yang tidak pernah wudhu, tidak shalat...?
Ingatlah wabah itu menyebar tidak mengenal muslim atau non muslim. Karena itu bersungguh-sungguhlah untuk mengambil sebab pencegahan dan berdoalah.

Bicaralah dengan dalil dan jangan menyandarkan tawakal tapi menghilangkan sebab-sebab pencegahan, seperti sebagian qaum muslimin yang masih suka ke mall-mall dan berwisata di tengah wabah dan banyak keluar tanpa kebutuhan lalu menyandarkan wudhu dan shalat akan mencegah virus. Ini tidaklah dikatakan tawakal.

Dan sebagian lagi terlalu takut yang berlebihan seolah-olah penyakit itu menular dengan sendirinya. Ini juga bahaya yang dapat menyeret pada kesyirikan. Dan ahlussunnah itu bertawakal dengan mengambil sebab pencegahan, berdo'a dan baru bertawakal.

Sehubungan dengan Global Pandemi Convid-19, ada kisah dari dunia Islam yang menarik untuk direnungkan.

Wabah Penyakit dalam Sejarah Islam & Bagaimana Menyikapinya
Hari ini umat manusia dihadapkan pada masalah bumi ini, sebuah virus/wabah yang tak terlihat.  Tapi membuat seisi bumi takut. Yang membuat semua kekuatan, senjata, dan kesombongan bertekuk lutut, lumpuh, dihadapan kekuasaan Allah subhanahu wata'ala. Memang begitulah sunatullahnya, 
Allah subhanahu wata'ala menghancurkan tingginya kesombongan dunia dengan sesuatu yang kecil.

Agar runtuh dengan sehina-hinanya, seperti Namrud yang mati hina karena seekor lalat. 
Tapi masalah bumi ini adalah masalah muslimin juga. Bagaimana kita bersikap?
Karena hari ini sebagian saudara kita menganggap remeh dengan pasrah saja
Indahnya agama ini, karena semua masalah sudah ada solusinya.

Dan Rasulullah shallallahu 'alayhi wasallam bersama para sahabatnya adalah orang-orang paling berjasa dalam hidup kita. Dalam kebingungan kita hari ini pun mereka semua hadir dengan petunjuknya. Bukan hanya itu, tapi mereka juga hadir membawa kabar gembira untuk kita. Kisah ini detail diceritakan dalam buku tentang khalifah Umar bin Khattab radhiyallahu 'anhu karya Syaikh Ali Ash Shalabi.

Tahun 18 H. Hari itu Khalifah Umar bin Khattab radhiyallahu 'anhu bersama para sahabatnya berjalan dari Madinah menuju negeri Syam. Mereka berhenti di daerah perbatasan sebelum memasuki Syam karena mendengar ada wabah Tha'un Amwas yang melanda negeri tersebut. Sebuah penyakit menular, benjolan di seluruh tubuh yang akhirnya pecah dan mengakibatkan pendarahan. Abu Ubaidah bin Al Jarrah, seorang yang dikagumi Umar radhiyallahu 'anhu, sang Gubernur Syam ketika itu datang ke perbatasan untuk menemui rombongan.

Dialog yang hangat antar para sahabat, apakah mereka masuk atau pulang ke Madinah. Umar yang cerdas meminta saran muhajirin, anshar, dan orang-orabg yang ikut Fathu Makkah. Mereka semua berbeda pendapat.
Bahkan Abu Ubaidah radhiyallahu 'anhu menginginkan mereka masuk, dan berkata mengapa engkau lari dari takdir Allah subhanahu wata'ala.

Lalu Umar radhiyallahu 'anhu menyanggahnya dan bertanya. Jika kamu punya kambing dan ada 2 lahan yang subur dan yang kering, ke mana akan engkau arahkan kambingmu? Jika ke lahan kering itu adalah takdir Allah, dan jika ke lahan subur itu juga takdir Allah. Sesungguhnya dengan kami pulang, kita hanya berpindah dari takdir satu ke takdir yang lain. Akhirnya perbedaan itu berakhir ketika Abdurrahman bin Auf 'radhiyallahu anhu mengucapkan hadist Rasulullah shallallahu alayhi wasallam. 

"Jika kalian mendengar wabah melanda suatu negeri. Maka, jangan kalian memasukinya. Dan jika kalian berada didaerah itu janganlah kalian keluar untuk lari darinya." (HR. Bukhari & Muslim)

Akhirnya mereka pun pulang ke Madinah. Umar radhiyallahu 'anhu merasa tidak kuasa meninggalkan sahabat yang dikaguminya, Abu Ubaidah radhiyallahu 'anhu. Beliau pun menulis surat untuk mengajaknya ke Madinah. Namun beliau adalah Abu Ubaidah radhiyallahu 'anhu, yang hidup bersama rakyatnya dan mati bersama rakyatnya. Umar pun menangis membaca surat balasan itu.

Dan bertambah tangisnya ketika mendengar Abu Ubaidah, Muadz bin Jabal, Suhail bin Amr, dan sahabat-sahabat mulia lainnya radiyallahuanhum wafat karena wabah Tha'un dinegeri Syam. Total sekitar 20 ribu orang wafat, hampir separuh penduduk Syam ketika itu.

Pada akhirnya, wabah tersebut berhenti ketika sahabat Amr bin Ash radhiyallahu 'anhu memimpin Syam. Kecerdasan beliaulah yang menyelamatkan Syam. Hasil tadabbur beliau dan kedekatan dengan alam ini. Amr bin Ash berkata: "Wahai sekalian manusia, penyakit ini menyebar layaknya kobaran api. Jaga jaraklah dan berpencarlah kalian dengan menempatkan diri di gunung-gunung".
Mereka pun berpencar dan menempati gunung-gunung. Wabah pun berhenti layaknya api yang padam karena tidak bisa lagi menemukan bahan yang dibakar.

Berkaitan dengan kisah diatas, marilah kita belajar dari bagaimana orang-orang terbaik dizaman itu bersikap. Maka inilah panduan dan kabar gembira di tengah kesedihan ini untuk kita semua

Pertama, karantina.
Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu alayhi wasallam di atas. Maka itulah konsep karantina yang hari ini kita kenal. Mengisolasi daerah yang terkena wabah. Seluruh negara menjalaninya.

Kedua, bersabar.
Karena Rasulullah SAW bersabda:
"Tha'un merupakan azab yang ditimpakan kepada siapa saja yang Dia kehendaki. Kemudian Dia jadikan rahmat kepada kaum mukminin. Maka, tidaklah seorang hamba yang dilanda wabah lalu ia menetap dikampungnya dengan penuh kesabaran dan mengetahui bahwa tidak akan menimpanya kecuali apa yang Allah subhanahu wata'ala tetapkan, baginya pahala orang yang mati syahid"
(HR. Bukhari dan Ahmad)
Masya Allah. Ternyata mati syahidlah balasan itu. Sesuatu yang didambakan kaum muslimin. Maka, sabar dan tanamkanlah keyakinan itu. Jika takdir Allah menyapa kita, berharaplah syahid.

Ketiga, berbaik sangka dan berikhtiarlah.
Karena Rasulullah shallallahu alayhi wasallam bersabda:

"Tidaklah Allah SWT menurunkan suatu penyakit kecuali Dia juga yang menurunkan penawarnya." (HR. Bukhari)
Umar bin Khattab berikhtiar menghindarinya serta Amr bin Ash berikhtiar menghapusnya.

Yang keempat, banyak berdoalah.
Dan doa2 keselamatan itu sudah kita lafadzkan di setiap pagi dan sore:

"Bismillahilladzi laa yadhurru ma'asmihi, say'un fil ardhi walafissamaai wahuwa samiul'alim"

(Dengan nama Allah yang apabila disebut, segala sesuatu di bumi dan langit tidak berbahaya. Dialah maha mendengar dan maha mengetahui)

Barang siapa yang membaca dzikir tersebut 3x di pagi dan petang. Maka tidak akan ada bahaya yg memudharatkannya. (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)

Yang terakhir, sebagaimana solusi dari Amr bin Ash untuk berpencar. Menjaga jarak dari keramaian dan menahan diri untuk tetap di rumah Cara inilah yang banyak ditiru dunia luar, mereka menyebutnya social distancing.
Semua solusi itu sudah ada. Solusi langit dan Bumi 
Solusi pertama dan terakhir, solusi Bumi
Ikhtiar dengan karantina dan menjaga diri dari keramaian (social distancing). Selama ini sudah dilakukan bahkan oleh orang-orang di dunia barat.

Namun mereka tidak punya solusi Langit. Bersabar, keyakinan dan berbaik sangka akan ketetapan Allah, berdoa, dan bahkan janji akan gelar mati Syahid jika kita melakukan itu semua.

Semoga kita senantiasa dilindungi Allah shallallahu alayhi wasallam. Dan bertemu kembali di tempat terbaik di SurgaNya.
Mari kita sikapi datangnya Pandemi Convid-19 ini secara rasional dan terukur, tidak abai.

Renungan tentang Corona

Renungan tentang Corona
Negara Indonesia menjadi salah satu negara yang terpapar virus Corona atau COVID-19.
Sejumlah pasien positif terjangkit virus corona di Indonesia kini semakin bertambah dari hari kehari.
Pemangku kebijakan dalam hal ini Pemerintah dan otoritas setempat sudah mencanangkan himbauan untuk melakukan segala aktivitas dari rumah, mulai dari bekerja, belajar,  beribadah hingga masyarakat dihimbau untuk mengisolasi diri di rumah.

Menghadapi kasus korona masih banyak masyarakat kita bermain-main dengan bercanda bahwa Corona bisa ditangkal dengan wudhu. Ucapan ini tanpa ilmu, dan hanya akan menjadikan Syari'at yang mulia yang akan diolok-olok dan direndahkan.

Dahulu ketika wabah Tha'un melanda penduduk Syam sahabat-sahabat terbaik ikut terbunuh di dalamnya seperti Mu'adz bin Jabal, Abu Ubaidah, dan Yazid bin Abi Sufyaan radhiyallahu 'anhum. Apakah mereka ini orang-orang yang tidak pernah wudhu, tidak shalat...?
Ingatlah wabah itu menyebar tidak mengenal muslim atau non muslim. Karena itu bersungguh-sungguhlah untuk mengambil sebab pencegahan dan berdoalah.

Bicaralah dengan dalil dan jangan menyandarkan tawakal tapi menghilangkan sebab-sebab pencegahan, seperti sebagian qaum muslimin yang masih suka ke mall-mall dan berwisata di tengah wabah dan banyak keluar tanpa kebutuhan lalu menyandarkan wudhu dan shalat akan mencegah virus. Ini tidaklah dikatakan tawakal.

Dan sebagian lagi terlalu takut yang berlebihan seolah-olah penyakit itu menular dengan sendirinya. Ini juga bahaya yang dapat menyeret pada kesyirikan. Dan ahlussunnah itu bertawakal dengan mengambil sebab pencegahan, berdo'a dan baru bertawakal.

Sehubungan dengan Global Pandemi Convid-19, ada kisah dari dunia Islam yang menarik untuk direnungkan.

Wabah Penyakit dalam Sejarah Islam & Bagaimana Menyikapinya
Hari ini umat manusia dihadapkan pada masalah bumi ini, sebuah virus/wabah yang tak terlihat.  Tapi membuat seisi bumi takut. Yang membuat semua kekuatan, senjata, dan kesombongan bertekuk lutut, lumpuh, dihadapan kekuasaan Allah subhanahu wata'ala. Memang begitulah sunatullahnya, 
Allah subhanahu wata'ala menghancurkan tingginya kesombongan dunia dengan sesuatu yang kecil.

Agar runtuh dengan sehina-hinanya, seperti Namrud yang mati hina karena seekor lalat. 
Tapi masalah bumi ini adalah masalah muslimin juga. Bagaimana kita bersikap?
Karena hari ini sebagian saudara kita menganggap remeh dengan pasrah saja
Indahnya agama ini, karena semua masalah sudah ada solusinya.

Dan Rasulullah shallallahu 'alayhi wasallam bersama para sahabatnya adalah orang-orang paling berjasa dalam hidup kita. Dalam kebingungan kita hari ini pun mereka semua hadir dengan petunjuknya. Bukan hanya itu, tapi mereka juga hadir membawa kabar gembira untuk kita. Kisah ini detail diceritakan dalam buku tentang khalifah Umar bin Khattab radhiyallahu 'anhu karya Syaikh Ali Ash Shalabi.

Tahun 18 H. Hari itu Khalifah Umar bin Khattab radhiyallahu 'anhu bersama para sahabatnya berjalan dari Madinah menuju negeri Syam. Mereka berhenti di daerah perbatasan sebelum memasuki Syam karena mendengar ada wabah Tha'un Amwas yang melanda negeri tersebut. Sebuah penyakit menular, benjolan di seluruh tubuh yang akhirnya pecah dan mengakibatkan pendarahan. Abu Ubaidah bin Al Jarrah, seorang yang dikagumi Umar radhiyallahu 'anhu, sang Gubernur Syam ketika itu datang ke perbatasan untuk menemui rombongan.

Dialog yang hangat antar para sahabat, apakah mereka masuk atau pulang ke Madinah. Umar yang cerdas meminta saran muhajirin, anshar, dan orang-orabg yang ikut Fathu Makkah. Mereka semua berbeda pendapat.
Bahkan Abu Ubaidah radhiyallahu 'anhu menginginkan mereka masuk, dan berkata mengapa engkau lari dari takdir Allah subhanahu wata'ala.

Lalu Umar radhiyallahu 'anhu menyanggahnya dan bertanya. Jika kamu punya kambing dan ada 2 lahan yang subur dan yang kering, ke mana akan engkau arahkan kambingmu? Jika ke lahan kering itu adalah takdir Allah, dan jika ke lahan subur itu juga takdir Allah. Sesungguhnya dengan kami pulang, kita hanya berpindah dari takdir satu ke takdir yang lain. Akhirnya perbedaan itu berakhir ketika Abdurrahman bin Auf 'radhiyallahu anhu mengucapkan hadist Rasulullah shallallahu alayhi wasallam. 

"Jika kalian mendengar wabah melanda suatu negeri. Maka, jangan kalian memasukinya. Dan jika kalian berada didaerah itu janganlah kalian keluar untuk lari darinya." (HR. Bukhari & Muslim)

Akhirnya mereka pun pulang ke Madinah. Umar radhiyallahu 'anhu merasa tidak kuasa meninggalkan sahabat yang dikaguminya, Abu Ubaidah radhiyallahu 'anhu. Beliau pun menulis surat untuk mengajaknya ke Madinah. Namun beliau adalah Abu Ubaidah radhiyallahu 'anhu, yang hidup bersama rakyatnya dan mati bersama rakyatnya. Umar pun menangis membaca surat balasan itu.

Dan bertambah tangisnya ketika mendengar Abu Ubaidah, Muadz bin Jabal, Suhail bin Amr, dan sahabat-sahabat mulia lainnya radiyallahuanhum wafat karena wabah Tha'un dinegeri Syam. Total sekitar 20 ribu orang wafat, hampir separuh penduduk Syam ketika itu.

Pada akhirnya, wabah tersebut berhenti ketika sahabat Amr bin Ash radhiyallahu 'anhu memimpin Syam. Kecerdasan beliaulah yang menyelamatkan Syam. Hasil tadabbur beliau dan kedekatan dengan alam ini. Amr bin Ash berkata: "Wahai sekalian manusia, penyakit ini menyebar layaknya kobaran api. Jaga jaraklah dan berpencarlah kalian dengan menempatkan diri di gunung-gunung".
Mereka pun berpencar dan menempati gunung-gunung. Wabah pun berhenti layaknya api yang padam karena tidak bisa lagi menemukan bahan yang dibakar.

Berkaitan dengan kisah diatas, marilah kita belajar dari bagaimana orang-orang terbaik dizaman itu bersikap. Maka inilah panduan dan kabar gembira di tengah kesedihan ini untuk kita semua

Pertama, karantina.
Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu alayhi wasallam di atas. Maka itulah konsep karantina yang hari ini kita kenal. Mengisolasi daerah yang terkena wabah. Seluruh negara menjalaninya.

Kedua, bersabar.
Karena Rasulullah SAW bersabda:
"Tha'un merupakan azab yang ditimpakan kepada siapa saja yang Dia kehendaki. Kemudian Dia jadikan rahmat kepada kaum mukminin. Maka, tidaklah seorang hamba yang dilanda wabah lalu ia menetap dikampungnya dengan penuh kesabaran dan mengetahui bahwa tidak akan menimpanya kecuali apa yang Allah subhanahu wata'ala tetapkan, baginya pahala orang yang mati syahid"
(HR. Bukhari dan Ahmad)
Masya Allah. Ternyata mati syahidlah balasan itu. Sesuatu yang didambakan kaum muslimin. Maka, sabar dan tanamkanlah keyakinan itu. Jika takdir Allah menyapa kita, berharaplah syahid.

Ketiga, berbaik sangka dan berikhtiarlah.
Karena Rasulullah shallallahu alayhi wasallam bersabda:

"Tidaklah Allah SWT menurunkan suatu penyakit kecuali Dia juga yang menurunkan penawarnya." (HR. Bukhari)
Umar bin Khattab berikhtiar menghindarinya serta Amr bin Ash berikhtiar menghapusnya.

Yang keempat, banyak berdoalah.
Dan doa2 keselamatan itu sudah kita lafadzkan di setiap pagi dan sore:

"Bismillahilladzi laa yadhurru ma'asmihi, say'un fil ardhi walafissamaai wahuwa samiul'alim"

(Dengan nama Allah yang apabila disebut, segala sesuatu di bumi dan langit tidak berbahaya. Dialah maha mendengar dan maha mengetahui)

Barang siapa yang membaca dzikir tersebut 3x di pagi dan petang. Maka tidak akan ada bahaya yg memudharatkannya. (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)

Yang terakhir, sebagaimana solusi dari Amr bin Ash untuk berpencar. Menjaga jarak dari keramaian dan menahan diri untuk tetap di rumah Cara inilah yang banyak ditiru dunia luar, mereka menyebutnya social distancing.
Semua solusi itu sudah ada. Solusi langit dan Bumi 
Solusi pertama dan terakhir, solusi Bumi
Ikhtiar dengan karantina dan menjaga diri dari keramaian (social distancing). Selama ini sudah dilakukan bahkan oleh orang-orang di dunia barat.

Namun mereka tidak punya solusi Langit. Bersabar, keyakinan dan berbaik sangka akan ketetapan Allah, berdoa, dan bahkan janji akan gelar mati Syahid jika kita melakukan itu semua.

Semoga kita senantiasa dilindungi Allah shallallahu alayhi wasallam. Dan bertemu kembali di tempat terbaik di SurgaNya.
Mari kita sikapi datangnya Pandemi Convid-19 ini secara rasional dan terukur, tidak abai.

Load Comments

Subscribe Our Newsletter