HISAP DI AKHIRAT MUDAH JIKA DIDUNIA SELALU MENGHISAP DIRINYA SENDIRI
Pertama, tidak menutup diri dari saran pihak lain. Seorang dapat terbantu untuk mengevaluasi diri dengan bermusyawarah bersama rekan dengan niat untuk mencari kebenaran. Imam Bukhari mengeluarkan suatu riwayat yang menceritakan usul Umar kepada Abu Bakr rodhiallohu anhuma untuk mengumpulkan al-Quran. Tatkala itu Abu Bakr menolak usul tersebut, namun Umar terus mendesak beliau dan mengatakan bahwa hal itu merupakan kebaikan. Pada akhirnya Abu Bakr pun menerima dan mengatakan,
فَلَمْ يَزَلْ عُمَرُ يُرَاجِعُنِي فِيهِ حَتَّى شَرَحَ اللَّهُ لِذَلِكَ صَدْرِي، وَرَأَيْتُ الَّذِي رَأَى عُمَرُ
“Umar senantiasa membujukku untuk mengevaluasi pendapatku dalam permasalahan itu hingga Alloh melapangkan hatiku dan akupun berpendapat sebagaimana pendapat Umar” [HR. Bukhori].
Abu Bakr tidak bersikukuh dengan pendapatnya ketika terdapat usulan yang lebih baik. Dan kedudukan beliau yang lebih tinggi tidaklah menghalangi untuk menerima kebenaran dari pihak yang memiliki pendapat berbeda.
Kedua, Saling menasehati
إِذَا أَرَادَ اللَّهُ بِالْأَمِيرِ خَيْرًا جَعَلَ لَهُ وَزِيرَ صِدْقٍ، إِنْ نَسِيَ ذَكَّرَهُ، وَإِنْ ذَكَرَ أَعَانَهُ
“Jika Alloh menghendaki kebaikan bagi diri seorang pemimpin/pejabat, maka Alloh akan memberinya seorang pendamping/pembantu yang jujur yang akan mengingatkan jika dirinya lalai dan akan membantu jika dirinya ingat” [Shohih. HR. Abu Dawud].
Contoh nyata akan hal ini disebutkan dalam kisah al-Hur bin Qais, orang kepercayaan Umar bin al-Khoththob rodhiallohu anhu. Pada saat itu, Umar murka dan hendak memukul Uyainah bin Husn karena bertindak kurang ajar kepada beliau, maka al-Hur berkata kepada Umar,
يَا أَمِيرَ المُؤْمِنِينَ، إِنَّ اللَّهَ تَعَالَى قَالَ لِنَبِيِّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: {خُذِ العَفْوَ وَأْمُرْ بِالعُرْفِ وَأَعْرِضْ عَنِ الجَاهِلِينَ} [الأعراف: 199] ، وَإِنَّ هَذَا مِنَ الجَاهِلِينَ، «وَاللَّهِ مَا جَاوَزَهَا عُمَرُ حِينَ تَلاَهَا عَلَيْهِ، وَكَانَ وَقَّافًا عِنْدَ كِتَابِ اللَّهِ»
“Wahai amir al-Mukminin, sesungguhnya Alloh ta’ala berfirman kepada nabi-Nya, “Berikan maaf, perintahkan yang baik dan berpalinglah dari orang bodoh.” Sesungguhnya orang ini termasuk orang yang bodoh”. Perawi hadits ini mengatakan, “Demi Alloh Umar tidak menentang ayat itu saat dibacakan karena ia adalah orang yang senantiasa tunduk terhadap al-Quran.” [HR. Bukhori].
Ketiga, Koreksi diri
Diriwayatkan dari Umar bin al-Khoththob, beliau mengatakan,
حَاسِبُوا أَنْفُسَكُمْ قَبْلَ أَنْ تُحَاسَبُوا، وَتَزَيَّنُوا لِلْعَرْضِ الأَكْبَرِ
“Koreksilah diri kalian sebelum kalian dihisab dan berhiaslah (dengan amal sholih) untuk pagelaran agung (pada hari kiamat kelak)” [HR. Tirmidzi].
Diriwayatkan dari Maimun bin Mihran, beliau berkata,
لَا يَكُونُ العَبْدُ تَقِيًّا حَتَّى يُحَاسِبَ نَفْسَهُ كَمَا يُحَاسِبُ شَرِيكَهُ
“Hamba tidak dikatakan bertakwa hingga dia mengoreksi dirinya sebagaimana dia mengoreksi rekannya” [HR. Tirmidzi].
Musibah terangkat dan hisab diringankan
Pada lanjutan atsar Umar di atas disebutkan bahwa sebab terangkatnya musibah dan diringankannya hisab di hari kiamat adalah ketika seorang senantiasa bermuhasabah. Umar radhiallahu anhu mengatakan,
وَإِنَّمَا يَخِفُّ الحِسَابُ يَوْمَ القِيَامَةِ عَلَى مَنْ حَاسَبَ نَفْسَهُ فِي الدُّنْيَا
“Sesungguhnya hisab pada hari kiamat akan menjadi ringan hanya bagi orang yang selalu menghisab dirinya saat hidup di dunia” [HR. Tirmidzi].