Halaman

    Social Items

Empat Tingkatan dalam Menghadapi Musibah

Manusia terbagi menjadi empat tingkatan dalam menghadapi musibah--Manusia menimbulkan berbagai reaksi dalam mengjadapi sebuah kejadian. Ada  yang bisa sabar, ada yang menggerutu, banyak pula yang menyalahkan orang lain dan sebaginya. Dalam Islam setiap muslim dianjurkan untuk senantiasa mengembalilan setiap permasalahan yang dihadapi dengan keikhlasan, keridhaan dan  mensyukurinya.

Mungkin banyak orang yang menganggapusibah kok di syukuri?  Disalin dari kitab Al-Qadha’ wal Qadar Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin ditanya “Tentang orang yang marah-marah apabila ditimpa suatu musibah ?” Beliau menjawab, "Manusia terbagi menjadi empat tingkatan dalam menghadapi musibah.

Tingkatan Pertama : Marah-Marah

Ini terbagi kepada beberapa macam:

1. Terjadi di dalam hati, misalnya jengkel terhadap Rabb-nya karena taqdir buruk menimpanya. Ini haram hukumnya, terkadang bisa menjerumuskan kepada kekufuran.
Allah Ta’ala berfirman :

وَمِنَ النَّاسِ مَن يَعْبُدُ اللَّهَ عَلَىٰ حَرْفٍ ۖ فَإِنْ أَصَابَهُ خَيْرٌ اطْمَأَنَّ بِهِ ۖ وَإِنْ أَصَابَتْهُ فِتْنَةٌ انقَلَبَ عَلَىٰ وَجْهِهِ خَسِرَ الدُّنْيَا وَالْآخِرَةَ

“Di antara manusia ada yang menyembah Allah dengan berada di tepi, maka jika memperoleh kebajikan, tetaplah ia dalam keaadaan itu, dan jika ditimpa suatu bencana berbaliklah ia ke belakang. Ia rugi dunia dan dan di akhirat” [QS. Al-Hajj : 11]

2. Dengan lidah, misalnya meminta celaka dan binasa dan yang semisal itu. Ini juga haram.

3. Dengan anggota tubuh seperti menampar pipi, merobek saku, menjambak rambut dan semisalnya. Semua ini haram karena bertentangan dengan sabar yang merupakan kewajiban.

Tingkatan Kedua : Bersabar

Seperti diucapkan oleh seorang penyair ; sabar seperti namanya, pahit rasanya tetapi lebih manis akibatnya dari pada madu. Maka orang ini akan melihat bahwa suatu musibah itu berat, namun ia tetap menjaga imannya sehingga tidak marah-marah, meski ia berpandangan bahwa adanya musibah itu dan ketiadaannya tidaklah sama. Ini hukumnya wajib karena Allah Ta’ala memerintahkan untuk bersabar.

Allah berfirman :

وَاصْبِرُوا ۚ إِنَّ اللَّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ

“Bersabarlah kalian, sesunguhnya Allah berserta orang-orang yang sabar” [QS. Al-Anfal : 46]

Tingkatan Ketiga : Ridha

Yakni manusia ridha dengan musibah yang menimpanya. Ia berpandangan bahwa ada dan tidaknya musibah sama saja baginya, sehingga adanya musibah tadi tidak memberatkannya. ia pun tidak merasa berat memikulnya. Ini dianjurkan dan tidak wajib menurut pendapat yang kuat. Perbedaan tingkatan ini dengan tingkatan sebelumnya nampak jelas karena adanya musibah dan tidak adanya sama saja dalam tingkatan ridha. Adapun pada tingkatan sebelumnya, jika ada musibah dia merasakan berat, namun ia tetap bersabar.

Tingkatan Keempat : Bersyukur

Ini merupakan tingkatan yang paling tinggi. Di sini seseorang bersyukur atas musibah yang menimpanya karena ia memahami bahwa musibah ini menjadi sebab pengampunan kesalahan-kesalahannya bahkan mungkin malah menambah kebaikannya.

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

مَا مِنْ مُصِيبَةٍ تُصِيبُ الْمُسْلِمَ إِلا كَفَّرَ اللَّهُ بِهَا عَنْهُ حَتَّى الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا

“Tidaklah satu musibah menimpa seorang muslim kecuali dengannya Allah mengampuni dosa-dosanya sampai sebuah duripun yang menusuknya”




#sabar #menerima #tawakal #ridha #bersyukur #marah #gempa #bencana #musibah

Load Comments

Subscribe Our Newsletter