بِسْــــــــــــــــــــــمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم
WAJIB IMAN KEPADA TAKDIR--Iman secara bahasa berarti tashdiq (membenarkan). Sedangkan secara istilah syar'i, iman adalah "Keyakinan dalam hati, Perkataan di lisan, amalan dengan anggota badan, bertambah dengan melakukan ketaatan dan berkurang dengan maksiat". Seseorang dapat dikatakan sebagai Mukmin atau orang yang beriman apabila memenuhi tiga unsur tersebut.
Sedangkan takdir (Arab: قدر, qodar) adalah ketentuan suatu peristiwa yang terjadi karena pilihan makhluk itu sendiri, yang akan dipertanyakan dan dimintai pertanggung jawaban oleh Allah di Mahsyar kelak.
Dalam Islam, dikenal ada enam rukun iman. Salah satunya adalah iman kepada takdir. Iman kepada takdir memiliki kedudukan yang tidak kalah penting dalam agama Islam. Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya dalil dalam Alquran maupun sunnah yang membahas hal tersebut.
Firman Alloh:
وَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ وَعَسَى أَنْ تُحِبُّوا شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَكُمْ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
“Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 216).
Iman kepada qodho dan qodar. Musibah-musibah yang menimpa manusia semuanya telah dicatat oleh Allah lima puluh ribu tahun sebelum Dia menciptakan langit dan bumi. Meletakkan ayat di atas sebagai pedoman hidup akan membuat hati ini tenang, nyaman dan jauh dari keresahan. Andai kita mau kembali melihat lembaran-lembaran sejarah di dalam Al-Qur’an, membuka mata tuk mengamati realita yang ada, niscaya kita akan menemukan pelajaran-pelajaran dan bukti yang sangat banyak. Bukti yang menunjukkan bahwa keputusan Allah adalah yang terbaik,
Renungkan pula kisah Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha yang ditinggal wafat oleh suaminya Abu Salamah radhiyallahu ‘anhu.
Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha berkata, ‘Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Tiada seorang muslim yang ditimpa musibah, lalu ia mengucapkan doa yang diperintahkan oleh Allah:
إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ اللهُمَّ أْجُرْنِي فِي مُصِيبَتِي، وَأَخْلِفْ لِي خَيْرًا مِنْهَا، إِلَّا أَخْلَفَ اللهُ لَهُ خَيْرًا مِنْهَا
‘Sesungguhnya kami milik Allah dan kami akan kembali kepada-Nya. Ya Alloh, limpahkan pahala kepadaku atas musibah yang menimpaku dan berikanlah gantinya yang lebih baik.’Kecuali Allah akan member gantinya yang lebih baik.’ Ummu Salamah berkata, Ketika Abu Salamah meninggal dunia aka bertanya,’Siapa di antara seorang mu’min yang lebih baik dari Abu Salamah?! Siapakah penghuni rumah yang pertama kali hijrah kepada Rasulullah?! Kemudian aku mengucapkan doa di atas. Lalu Allah menggantikannya dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda. (HR. Muslim no. 918).
Hadis riwayat Tirmidzi no 2294 :
حَدَّثَنَا أَبُو الْخَطَّابِ زِيَادُ بْنُ يَحْيَى الْبَصْرِىُّ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مَيْمُونٍ عَنْ جَعْفَرِ بْنِ مُحَمَّدٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم « لاَ يُؤْمِنُ عَبْدٌ حَتَّى يُؤْمِنَ بِالْقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ حَتَّى يَعْلَمَ أَنَّ مَا أَصَابَهُ لَمْ يَكُنْ لِيُخْطِئَهُ وَأَنَّ مَا أَخْطَأَهُ لَمْ يَكُنْ لِيُصِيبَهُ
Dari Jabir bin Abdullah berkata : Rasulullah saw bersabda :”Tidaklah beriman seseorang diantara kamu sebelum ia beriman kepada takdir yang baik dan yang buruk. Sehingga ia mengetahui bahwa apa saja yang ditetapkan akan menimpanya, pasti tidak akan meleset darinya. Dan apa saja yang ditetapkan meleset darinya, pasti tidak akan menimpanya”.
Dalam Shahih Muslim disebutkan hadits dari ‘Abdullah bin ‘Amru bin ‘Ash bahwa ia berkata: “Aku pernah mendengar Rasulullah bersabda,
كَتَبَ اللهُ مَقَادِيْرَالْحَلاَئِقِ قَبْلَ أَنْ يَخْلُقَ السَّمَاوَاتِ وَاْلاَرْضَ بِخَمْسِيْنَ أَلْفَ سَنَةٍ
“Allah telah menulis takdir seluruh makhluk sebelum menciptakan langit dan bumi dengan tenggang waktu 50 ribu tahun.” (HR. Muslim)
Manusia dilarang menyelami rahasia takdir dengan berlebih-lebihan, seperti mengapa Allah Ta’ala menakdirkan ini dan bagaimana takdir terjadi, namun mengimaninya adalah wajib.
Imam Ahmad rahimahullah mengatakan:
“Merupakan keyakinan wajib, beriman kepada takdir baik maupun buruk, juga membenarkan dan mengimani hadits-hadits yang terkait dengannya. Tidak boleh dikatakan “kenapa? Dan bagaimana?” (Syarhu I’tiqad Ahlis Sunnah, I/157)
Imam at-Thahawi rahimahullah menjelaskan tentang takdir:
“Allah menciptakan makhluk dengan ilmu-Nya, lalu Allah tetapkan takdir dan ajalnya. Tidak ada yang tersembunyi bagi-Nya sesuatupun sebelum diciptakan. Dia mengetahui perbuatan mereka sebelum diciptakan. Dia memerintahkan untuk taat kepada-Nya serta melarang berbuat maksiat kepada-Nya. Segala sesuatu berjalan sesuai dengan suratan takdir dan kehendak-Nya. Kehendak-Nya pasti terealisasi. Seorang hamba tidak memiliki kehendak, kecuali jika Dia memberinya kehendak. Apa yang dikehendakinya akan terjadi, dan apa yang tidak dikehendaki-Nya tidak akan terjadi. Seluruh makhluk berada dalam garis kehendak-Nya, antara karunia dan keadilan-Nya. Dia Maha Tinggi sehingga tidak memiliki lawan dan tandingan, tak ada yang menolak kehendak-Nya, tidak ada yang berhak berkomentar terhadap keputusan-Nya dan tidak ada yang mengalahkan perintah-Nya. Kita beriman kepada semuanya itu dan meyakini bahwa semuanya dari sisi-Nya.” (Al-‘Aqidah ath-Thahawiyah, hlm. 21)
Cara beriman kepada Takdir
Beriman kepada takdir sendiri memiliki empat unsur utama. Pertama, ketika manusia beriman kepada takdir, maka kita juga harus percaya bahwa Allah mengetahui segala sesuatunya secara terperinci ataupun global. Setiap hal dari zaman awal kehidupan terbentuk hingga nanti hari akhir, sudah diketahui dengan baik oleh Allah SWT. Baik yang berhubungan dengan perbuatan Allah maupun yang dibuat hamba-hamba-Nya.
Unsur kedua, kita harus percaya bahwa sejak jauh hari Allah telah menulis dan mencatatkan ketentuan-ketentuan setiap makhluknya di Kitab Lauh al- Mahfudz atau Lauhul Mahfudz. Dalam QS al-Hajj ayat 70, Allah telah bersabda,
"Apakah kamu tidak mengetahui bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa saja yang ada di langit dan di bumi? Bahwasanya yang demikian itu terdapat dalam sebuah Kitab (Lauhul Mahfudz). Sesungguhnya yang demikian itu amat mudah bagi Allah."
Dalam HR Muslim dari Abdullah bin Amr RA, Nabi Muhammad pernah bersabda,
"Allah telah menulis takdirnya semua makhluk 50 ribu tahun sebelum Allah menciptakan langit dan bumi. Dan arsy Allah di atas air."
Unsur ketiga dalam iman kepada takdir, yaitu bahwasanya semua yang ada di alam ini tidak mungkin ada kecuali atas kehendak Allah. Hal ini kerap dituliskan dalam Alquran. Salah satunya dalam QS al-Qasas ayat 68,
"Dan Tuhanmu menciptakan apa yang Dia kehendaki dan memilihnya. Sekali-kali tidak ada pilihan bagi mereka. Maha Suci Allah dan Maha Tinggi dari apa yang mereka persekutukan (dengan Dia)."
Salah satu bukti kehendak Allah terjadi pada Perang Badar. Pasukan Muslim saat itu hanya berjumlah 313 orang, sementara musuhnya berjumlah lebih dari 1.000 orang. Namun dengan ketentuan Allah, pasukan Muslim mampu memenangkan pertempuran tersebut.
Terakhir, kita mesti beriman bahwa semua makhluk yang ada di muka bumi ataupun alam semesta adalah ciptaan Allah. Baik sifat maupun zatnya, termasuk gerakan-gerakan mereka. Makhluk tidak bisa menciptakan sifat dan zatnya sendiri.
Dalam QS as-Saffat ayat 96 dijelaskan,
"Padahal Allah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu."Penegasan perihal penciptaan Allah terhadap makhluknya pun dituliskan dalam Surah al-Furqan ayat 2,
"Yang kepunyaan- Nya-lah kerajaan langit dan bumi, dan Dia tidak mempunyai anak, dan tidak ada sekutu bagi-Nya dalam kekuasaan (Nya), dan dia telah menciptakan segala sesuatu, dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya."