Kalender Hijriah atau Kalender Islam (bahasa Arab: التقويم الهجري; at-taqwim al-hijri') merupakan penentuan tanggal atau bulan yang berkaitan dengan ibadah dan hari-hari penting lain umat Islam. Kalender ini dinamakan dengan Kalender Hijriah karena pada tahun pertama kalender ini terjadi peristiwa hijrah Nabi Muhammad Saw dari Makkah ke Madinah, yakni pada tahun 622 Masehi.[1]
Di beberapa negara yang berpenduduk mayoritas Islam, Kalender Hijriah juga digunakan sebagai sistem penanggalan sehari-hari. Kalender Islam menggunakan peredaran bulan sebagai acuannya, sedangkan kalender biasa (Kalender Masehi) menggunakan peredaran matahari.
Menggunakan kalender hijriyah berarti menghidupkan syiar umat Islam. Karena terlalu banyak aktivitas ibadah kaum muslimin yang terikat dengan penanggalan ini. Sampai-sampai menilai umur hewan untuk kurban dan perhitungan harta zakat.
Di beberapa negara yang berpenduduk mayoritas Islam, Kalender Hijriah juga digunakan sebagai sistem penanggalan sehari-hari. Kalender Islam menggunakan peredaran bulan sebagai acuannya, sedangkan kalender biasa (Kalender Masehi) menggunakan peredaran matahari.
Menggunakan kalender hijriyah berarti menghidupkan syiar umat Islam. Karena terlalu banyak aktivitas ibadah kaum muslimin yang terikat dengan penanggalan ini. Sampai-sampai menilai umur hewan untuk kurban dan perhitungan harta zakat.
Alloh Ta’ala berfirman,
فَالِقُ الْإِصْبَاحِ وَجَعَلَ اللَّيْلَ سَكَنًا وَالشَّمْسَ وَالْقَمَرَ حُسْبَانًا ذَلِكَ تَقْدِيرُ الْعَزِيزِ الْعَلِيمِ
“Dia menyingsingkan pagi dan menjadikan malam untuk beristirahat, dan (menjadikan) matahari dan bulan untuk perhitungan. Itulah ketentuan Alloh Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui.” [Quran Al-An’am: 96]
Sistem penanggalan adalah kebutuhan fundamental umat manusia. Sehingga setiap kaum pasti memiliki penanggalan.
Kalender Hijriyah Adalah Identitas Kaum Muslimin
Menggunakan kalender hijriyah berarti menghidupkan syiar umat Islam. Dan melestarikan nilai-nilai luhur agama yang hanif ini. Tidak mungkin umat Islam mampu menjalani kehidupan mereka sebagai kaum muslimin tanpa menggunakan kalender ini. Apalagi sampai tidak bersandar pada penanggalannya. Tidak mungkin bisa. Mengapa? Karena terlalu banyak aktivitas ibadah kaum muslimin yang terikat dengan penanggalan ini. Sampai-sampai menilai umur hewan untuk kurban dan perhitungan harta zakat.
Sistem penanggalan adalah kebutuhan fundamental umat manusia. Sehingga setiap kaum pasti memiliki penanggalan. Hanya saja metodenya yang berbeda-beda. Bahkan ribuan tahun sebelum Masehi, orang-orang Mesopotamia sudah mengenal penanggalan. Seandainya tidak ada penanggalan, maka hilanglah sejarah mereka. Orang-orang tidak akan menemukan warisan masa lalu. Dan lain sebagainya. Setelah itu datanglah penanggalan hijriah yang menafikan model penanggalan lainnya.
Keterkaitan Kalender Hijriyah dengan kehidupan Umat Islam
Alloh Subhanahu wa Ta’ala telah menciptakan matahari dan rembulan dengan segala kemanfaatan yang ada di pada keduanya. Alloh Ta’ala berfirman,
فَالِقُ الْإِصْبَاحِ وَجَعَلَ اللَّيْلَ سَكَنًا وَالشَّمْسَ وَالْقَمَرَ حُسْبَانًا ذَلِكَ تَقْدِيرُ الْعَزِيزِ الْعَلِيمِ
“Dia menyingsingkan pagi dan menjadikan malam untuk beristirahat, dan (menjadikan) matahari dan bulan untuk perhitungan. Itulah ketentuan Alloh Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui.” [Quran Al-An’am: 96]
Dengan matahari dan bulan kita bisa mengetahui zaman dan waktu. Kita pun bisa menentukan waktu-waktu ibadah. Kita muda membuat penjadwalan. Menentukan janji, akad, dan kegiatan sehari-hari. Dari sini terciptalah keteraturan dalam muamalah. Dengan waktu itu pula kita bisa mengetahui masa-masa yang telah lalu. Kalau tidak ada matahari dan bulan pastilah manusia tak akan mampu menentukan semua itu. Hilanglah kemaslahatan besar dalam kehidpan mereka.
Orang-orang Arab dahulu sudah mengenal dua belas bulan qomariyah sebagaimana yang kita kenal. Dalilnya adalah firman Alloh Ta’ala,
إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا
“Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Alloh adalah dua belas bulan.” [Quran At-Taubah: 36]
Kemudian firman-Nya juga,
هُوَ الَّذِي جَعَلَ الشَّمْسَ ضِيَاءً وَالْقَمَرَ نُورًا وَقَدَّرَهُ مَنَازِلَ لِتَعْلَمُوا عَدَدَ السِّنِينَ وَالْحِسَابَ
“Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu).” [Quran Yunus: 5].
Bulan-bulan yang dimaksud dalam ayat ini adalah bulan qamariyah. Yaitu metode penanggalan yang disusun berdasarkan pergerakan bulan. Inilah penanggalan bangsa Arab. Yang juga digunakan kaum muslimin. Penanggalan ini digunakan umat Islam untuk mengetahui kapan berpuasa Romadhon, waktu haji, hari raya, dan hal-hal lainnya yang berkaitan dengan hukum-hukum ibadah.
Perbedaan Antara Tahun Hijrah dan Masehi
Kalender yang dipakai dunia internasional sekarang ini adalah kalender syamsiyah. Yaitu penanggalan dengan melihat matahari. Sedangkan kalender qamariyah yang digunakan umat Islam adalah kalender yang bersandar pada pergerakan atau tempat-tempat bulan. Mulai dari tempat munculnya. Hingga tempat menghilangnya.
Dalam kedua metode ini terdapat perselisihan jumlah hari. Satu tahun dalam bulan qomariyah terdiri dari 354 hari. Terkadang sampai 355 atau 356. Sedangkan bulan syamsiyah terdiri dari 360-an hari. Atau sampai 364. Sehingga perbedaan jumlah hari antara keduanya sekitar 11 hari. Setiap 33 tahun terdapat selisih 1 tahun. Karena itu, Alloh Ta’ala berfirman,
وَلَبِثُوا فِي كَهْفِهِمْ ثَلَاثَ مِائَةٍ سِنِينَ وَازْدَادُوا تِسْعًا
“Dan mereka tinggal dalam gua mereka tiga ratus tahun dan ditambah sembilan tahun (lagi).” [Quran Al-Kahfi: 25]
Maknanya, 300 tahun syamsiyah. Penambahan 9 tahun dari sisi tahun qomariyah.
Kalender Hijriyah dan Pengaruhnya Dalam Ibadah
Kalender hijriyah memiliki pengaruh besar dalam kehidupan umat Islam. Terutama dalam mewujudkan ibadah yang benar kepada Alloh Ta’ala. Penanggalan syamsiyah tidak mampu mengakomodir kebutuhan kaum muslimin dalam beribadah. Karena adanya perbedaan jumlah hari. Hal ini berpengaruh pada penetapan zakat. karena zakat dihitung dengan tahun qomariyah. Jika dihitung dengan tahun syamsiyah pastilah terjadi penundaan dalam pembayaran zakat dari waktu yang semestinya. Kita akan memakan harta orang-orang yang berhak untuk dizakati selama 11 atau 12 hari. Kalau hal ini terus berlangsung selama 33 tahun, maka kita memakan harta mereka selama 1 tahun penuh.
Alloh Ta’ala berfirman,
إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ فَلَا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ
“Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Alloh adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Alloh di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu.” [Quran At-Taubah: 36]
Ketika menafsirkan ayat ini, Al-Qurthubi mengatakan, “Ayat ini menunjukkan wajibnya mengaitkan hukum-hukum ibadah dan selainnya dengan bulan-bulan dan tahun-tahun yang dikenal oleh orang Arab. Bukan menggunakan bulan-bulan yang digunakan orang-orang non Arab. Seperti: Romawi dan Mesir. Walaupun sama-sama berjumlah 12 bulan, namun terdapat perbedaan dalam jumlah hari. Ada yang satu bulannya lebih dari 30 hari. Ada pula yang kurang dari itu. Sedangkan bulan-bulan Arab tidak lebih dari 30 hari bahkan ada yang kurang. Yang kurang dari 30 hari tidak tentu bulan apa. Semua tergantung perbedaan kurang dan sempurnanya perjalanan bulan pada porosnya.” (Tafsir al-Qurthubi)
Asy-Syaukani mengatakan,
“Ayat ini menjelaskan Alloh Subhanahu wa Ta’ala meletakkan bulan-bulan ini dan menamainya dengan nama-namanya sesuai dengan urutan yang dikenal seperti sekarang sejak Dia menciptakan langit dan bumi. Yaitu: Muharam, Safar, Rabi’, Rabi’, Jumad, Jumada, Rajab, Sya’ban, Romadhon, Dzul Qa’dah, dan Dzul Hijjah. Inilah yang dikenal di sisi Alloh Rabbul ‘alamin. Yang sudah dijadikan acuan sejak Dia menciptakan langit dan bumi. Inilah yang dikenal para nabi.” (asy-Syaukani, Fathul Qadir: 2/409).
Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
يَسْأَلُونَكَ عَنِ الْأَهِلَّةِ قُلْ هِيَ مَوَاقِيتُ لِلنَّاسِ
“Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit. Katakanlah: “Bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia.” [Quran Al-Baqoroh: 189]
Maksudnya adalah waktu-waktu penunaian ibadah haji, puasa, Idul Fitri dan Idul Adha, nikah, cerai, masa iddah, dll.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rohimahulloh mengatakan,
“Sesungguhnya bulan-bulan itu adalah tanda waktu untuk manusia. Hal ini meliputi segala urusan mereka. Alloh menjadikan hilal sebagai waktu bagi manusia dalam permasalah hukum syariat. Termasuk puasa, haji, masa ila’, dan puasa kafarah.” (Ibnu Taimiyah: Majmu’ Fatawa, 25/133-134).